Artikel

Peran Peradaban di Lingkungan ASN
Jumat, 17 Mei 2024 by Administrator(Oleh: Syamsiah, S.T)
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adab berarti kesopanan, keramahan, dan kebaikan budi pekerti. Sedangkan peradaban adalah kemajuan secara lahir dan batin. Kemajuan secara lahir dapat dilihat pada peninggalan-peninggalan peradaban seperti seni, arsitektur, serta kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sedangkan kemajuan secara batin adalah kemajuan sikap moral diri terhadap segala hal yang ada. Baik dalam diri maupun di luar diri.
Di dalam diri, berarti sikap moral terhadap diri sendiri. Bagaimana agar tidak zalim terhadap diri sendiri. Masing-masing diri memiliki hak-haknya tersendiri. Seperti hak untuk mendapatkan kesehatan yang paripurna baik lahir maupun batin. Hak itu bisa diberikan melalui makanan lahir dan batin yang bergizi diiringi istirahat yang cukup.
Makanan batin atau yang belakangan disebut dengan istilah healing, bukan sekedar jalan-jalan atau memanjakan diri dengan kemewahan-kemewahan. Tapi healing terbaik adalah kembali menghadap pada ilahi untuk melakukan refleksi diri dalam segala aktivitas yang telah dan akan dilakukan. Hasil dari healing yang benar akan tertangkap pada luar diri, yaitu tidak terlalu mementingkan ego yang dapat menzalimi lingkungan sekitar. Sehingga pada akhirnya dapat berlaku seimbang terhadap sesama dan lingkungan sekitar.
Untuk itu, diperlukan kesadaran atas hak dan kewajiban. Kebanyakan orang menuntut hak tapi enggan menjalankan kewajibannya. Padahal, hak akan diberikan jika kewajiban telah dilaksanakan. Orang-orang yang menuntut hak sebelum melaksanakan kewajibannya, belum termasuk orang yang beradab. Bahkan dapat menjadi biadab jika ternyata tidak melaksanakan kewajibannya tapi malah mengambil atau menghalangi hak dan kewajiban orang lain.
Pada dunia kerja Aparatur Sipil Negara (ASN), hak dan kewajiban dibatasi dengan golongan dan jabatan, atau tugas tambahan yang diemban. Kenyataaanya, masih sering terjadi, pihak-pihak tertentu yang menghalangi orang-orang yang dianggap sebagai saingannya untuk menjalankan kewajibannya sebagai ASN. Karena terhalangi dalam menjalankan kewajibannya, maka ia pun kesulitan mendapatkan haknya.
Peyempitan Makna Perdaban
Dewasa ini, pengertian peradaban dipersempit menjadi hanya pada aspek fisik semata. Sehingga yang dilakukan hanyalah pembangunan fisik secara masif. Gedung-gedung megah terbangun diiringi dengan fasilitas-fasilitas mumpuni namun hampa secara maknawi. Padahal jika ditelusuri lebih lanjut, bangunan peninggalan peradaban zaman dahulu amatlah rumit. Kerumitan yang memberikan makna di setiap titik pada bangunan-bangunan tersebut.
Kerumitan ini menandakan tingginya kecerdasan yang diiringi dengan ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi. Ketelitian dan kesabaran tingkat tinggi justru sudah terbentuk sebelum terbangunnya peninggalan-peninggalan fisik peradaban. Bahkan sudah menjadi sikap, karakter dan identitas dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga ketelitian dan kesabaran tersebut membuahkan karya agung yang sulit untuk dilakukan saat ini.
Tengoklah peninggalan seperti candi-candi di berbagai daerah di Indonesia. Candi-candi tersebut dihiasi dengan relief-relief penuh makna filosofis berkehidupan. Relief-relief yang menandakan tingginya peradaban dalam perilaku sehari-hari yang tercermin dalam gambar di relief-relief tersebut.
Contoh hasil karya budaya bangsa Indonesia lainnya adalah pada makanan. Masakan khas daerah-daerah di Indonesia merupakan kombinasi sayur-mayur dan protein yang disertai dengan bumbu-bumbu yang kaya akan rempah-rempah. Kombinasi makanan seperti ini membuat tubuh menjadi sehat jiwa dan raga, tidak sekedar menghilangkan lapar.
Hal ini menjawab mengapa makan hasil masakan sendiri jauh lebih menyehatkan, ketimbang membeli. Karena makanan yang diolah sendiri cenderung memakai bahan yang diketahui kesegarannya dan diolah dengan penuh rasa. Mengolah dengan penuh rasa inilah yang membedakan dengan membeli. Terlebih, makanan yang dibeli banyak menggunakan bahan-bahan yang kualitasnya diturunkan supaya mendapatkan keuntungan berlebih.
Selain itu, tidak sekedar enak dan menyehatkan raga, makanan yang halal dan thayyib lah yang dapat menyehatkan jiwa. Halal dari jenis dan prosesnya, baik proses penyembelihan maupun proses mendapatkannya. Sedangkan thayyib, dari mana berasal makanan tersebut. Jangan sampai kita makan dari uang yang berasal dari mengambil atau menghalangi hak teman kita sendiri dalam bekerja. Karena ini dapat memperburuk perilaku selanjutnya.
Bangun Jiwa dan Raga
Dalam berbagai peringatan hari-hari besar nasional, rutin dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Dalam lagu tersebut, ada kata Bangunlah Jiwanya/Bangunlah Raganya. Sebutan bangun jiwa mendahului bangun raga. Hal ini menandakan bahwa pembangunan jiwa atau batin suatu bangsa adalah yang utama. Sedangkan bangun raga akan terbentuk dengan sendirinya setelah jiwanya sudah terbangun.
Begitu pula dengan dunia ASN. Ukuran keberhasilan tidak hanya pada pembangunan fisik. Fisik yang megah namun jiwanya masih belum terbangun maka hanya menjadi sarana untuk mencapai keuntungan pribadi dan golongan. Sehingga yang terjadi adalah minimnya tanggung jawab untuk mengembangkan fasilitas fisik yang ada dengan karya-karya nyata.
Di sinilah pentingnya kesadaran akan adab terhadap berkah fasilitas-fasilitas kerja yang ada untuk dapat membangun peradaban di dalamnya. Dengan adab yang terjaga pada sesama mahkluk hidup maupun pada fasilitas-fasilitas negara serta pendapatan yang diperoleh. Maka orientasi bekerja tidak lagi sekedar mencari uang.
Melihat ke Dalam
Amat penting untuk melihat kembali ke dalam diri. Bagaimana dan untuk apa sebenarnya kita bekerja? Jangan lagi menjadikan bekerja sekedar untuk mencari uang. Orientasi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya hanya membuat kita saling menjatuhkan dan saling menghalangi satu sama lain. Pentingnya menumbuhkan kesadaran akan batasan kemampuan diri agar tidak memaksakan diri pada hal yang bukan ranah kemampuannya. Dan sebanyak apa pun uang yang didapat, tidak akan pernah bisa memberikan rasa puas.
Ketinggian diri bukanlah terlihat dari banyaknya materi yang didapat. Tapi ketinggian diri tercermin dari kemampuan untuk mengaursutamakan kepentingan dan hak-hak bersama ketimbang sekedar diri sendiri atau kelompoknya saja. Pemaksaan diri adalah bentuk kezaliman yang kerap terjadi yang malah menjatuhkan kinerja dan nama baik organisasi.
Setiap kita diciptakan dengan kemampuan olah pikir. Hendaknya kemampuan olah pikir ini diarahkan pada hal yang positif, baik dan untuk kemaslahatan bersama. Olah pikir dan olah rasa dapat membuat tiap-tiap kita mampu menghasilkan berbagai karya untuk kemaslahatan bersama tanpa perlu merasa saling bersaing.
Untuk mendapatkan penemuan-penemuan dan karya-karya baru, mutlak dibutuhkan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga, apa pun yang dihasilkan tidak melenceng dari nilai-nilai tersebut. Sehingga tiap-tiap ASN mau mengembangkan diri tanpa pamrih demi keberlangsungan dan kemajuan organisasi, bukan lagi hanya kepentingan pribadi dan kelompoknya. Orang-orang seperti ini mampu melakukan penemuan-penemuan baru untuk kemaslahatan hidup bersama. Yang tentunya akan menjadi nilai keunikan dan keunggulan diri seiring dengan usahanya meningkatkan nilai organisasi.
Kelak, jika semua ASN mampu mengambil sikap seperti ini, maka akan terbentuk peradaban di lingkungan ASN. Peradaban akan semakin maju jika satu sama lain saling bahu-membahu. Sebaliknya, peradaban akan semakin mundur jika satu sama lain saling menjatuhkan. Atau hanya sekedar memanfaatkan kebaikan orang lain untuk mencapai tujuannya. Untuk terlihat tinggi tidak perlu berperilaku seperti anak kecil yang musti menginjak punggung orang dewasa .
Oleh karena itu, kontemplasi diri menjadi kunci agar dapat menyadari di mana dan pada bagian apa nilai diri kita masing-masing. Dengan kesadaran ini, para ASN akan mampu berkarya sesuai dengan nilai dirinya masing-masing. Sehingga hasut-menghasut karena rasa iri pada keberhasilan orang lain tidak perlu ada lagi.